Friday, July 26, 2013

Investasi di Riau, Sampoerna Targetkan Jadi Raja Sagu




Investasi di Riau, Sampoerna Targetkan Jadi Raja Sagu

Kompas.com, Setelah sukses menggeluti bisnis rokok, kini, keluarga Sampoerna mulai melirik untuk menekuni bisnis sagu. Februari silam, PT Sampoerna Agro Tbk melalui anak usahanya, PT Sampoerna Bio Fuels telah menandatangani kesepakatan jual beli 75,5 persen saham PT National Sago Prima. Saham ini akan dibeli seharga US$ 6,48 juta.
Seperti dikutip kontan.co.id, Selasa (8/6/2010), Langkah PT Sampoerna Agro Tbk menerjuni bisnis sagu tidak setengah-setengah. Mantan presiden RI BJ Habibie yang mendorong Putera Sampoerna untuk terjun ke bisnis ini sejak 10 tahun silam.
Alasannya, sebagai negara agraris, Indonesia jauh tertinggal secara kualitas dan teknologi dengan negara agraris lain. Maka, butuh pemodal besar yang berani terjun di bisnis ini. Sementara pada sisi lain, belum ada pemain sagu baik lokal maupun internasional yang cukup kuat taringnya.
Nah, untuk mencapai targetnya itu, Sampoerna Agro sudah menggarap beberapa lahan hutan sagu. Lahan seluas 22.000 ha di Selat Panjang Riau menjadi proyek sagu pertama Sampoerna Agro. Di atas lahan itu, telah tertanam sagu seluas 10.000 ha. Lahan sagu kedua Sampoerna terletak di Papua dengan luas 51.000 ha. Seluruh lahan itu telah tertanam sagu secara alami. Lalu lahan ketiga terletak di Sambas Kalimantan Barat seluas 15.000 ha. Perusahaan juga mengincar lahan seluas 6.000 ha di Lingga Riau.
Sari pati atau karbohidrat yang dihasilkan dari sagu lebih banyak ketimbang tanaman lainnya. Sekadar gambaran, satu hektar (ha) tapioka bisa menghasilkan 1,5 ton pati per tahun. Kentang bisa menghasilkan 2,5 ton per tahun, lalu jagung 5,5 ton per tahun, beras 6 ton per tahun. Sementara sagu mampu menghasilkan 25 ton per tahun.
Di Indonesia sendiri, tersedia 4 juta ha lahan yang berpotensi ditanami sagu. Berarti, dalam setahun Indonesia berpotensi menghasilkan 100 juta ton pati sagu yang setara dengan 20 juta ton hingga 25 juta ton bioetanol. Selain bisa menjadi energi terbarukan, sagu juga bisa menghasilkan beberapa produk turunan seperti tepung, gula cair, dan plastik daur ulang.
Untuk diketahui, saat ini Indonesia merupakan penyumbang 55 persen sagu dunia. Sabanyak 30 persen dari sagu Indonesia disumbang dari tanah Papua. Baru menyusul negara penghasil sagu terbesar yang lain yakni Papua Nugini 20 persen, Malaysia 20 persen, dan lain-lain 5 persen.
Potensi inilah yang mendorong Putera Sampoerna terjun ke bisnis sagu untuk diolah menjadi bahan bakar. Apalagi bahan bakar fosil semakin langka, cadangan minyak menipis. Perlu ada energi terbarukan. (*)



0 comments:

Post a Comment